BOROBUDUR, PERSEMBAHAN KERAJAAN MATARAM KUNA BAGI DUNIA
Candi Borobudur merupakan candi Budha, sebagai monumen peringatan Kerajaan Mataram Kuna yang dibangun pada abad VIII. Candi ini adalah model miniatur alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha, sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah bagi umat manusia yang ingin beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan, sesuai ajaran Buddha.
Pada 13 Desember 1991, Candi Borobudur oleh UNESCO telah dimasukkan ke dalam World Heritage List (WHL) sebagai Warisan Budaya Dunia (World Cultural Heritage) No 348, dan kemudian nomornya diperbarui menjadi no 592 di tahun yang sama.
Sebagai Warisan Budaya Dunia, Candi Borobudur telah memenuhi kriteria sbb:
i. Mewakili sebuah mahakarya kejeniusan kreatif manusia
ii. Memperlihatkan pentingnya pertukaran nilai-nilai kemanusiaan dalam suatu rentang waktu atau dalam suatu alasan budaya di dunia, terhadap perkembangan arsitek atau teknologi, karya monumental, tata kota, atau rancangan sekap.
iii. Secara langsung atau nyata, terkait dengan peristiwa atau tradisi yang masih hidup, dengan gagasan atau keyakinan , dengan karya seni dan sastra, yang memiliki nilai-nilai unoversal yang signifikan.
Candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.
Candi Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di bagian tengah, sekaligus memahkotai bangunan ini. Stupa itu dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Wisatawan akan memasuki Candi Borobudur dari sisi sebelah timur. Kemudian setelah menaiki tangga, berjalan menyusuri setiap lorong candi (Pradhaksina) searah jarum jam. Setelah selesai mengeksplore kisah-kisah pada relik dinding Candi Borobudur dari dasar hingga puncak, pengunjung dapat menikmati panorama alam dari puncak borobudur: bukit dan gunung yang menjulang megah, dan suasana asri pedesaan.
Setelah puas dengan itu semua, wisatawan dapat turun kembali melalui tangga sebelah selatan,barat, dan utara, dan berjalan menuju pintu keluar di sisi barat dan utara Candi.
SEJARAH PENEMUAN DAN PEMUGARAN CANDI BOROBUDUR
Keberadaan Candi Budha terbesar di Indonesia ini dapat terungkap berkat Sir Thomas Stamford Raflles. Saat itu Gubernur Jenderal Inggris itu sedang berada di Semarang, dan mendengar informasi dari masyarakat bahwa di daerah Kedu ditemukan susunan batu bergambar yang tertutup pepohonan dan semak belukar. Kemudian Raflles mengutus Cornelius (orang Belanda) untuk membersihkannya. Selanjutnya pekerjaan membersihkan itu dilanjutkan oleh Residen Kedu bernama Hartman, di tahun 1835.
PEMUGARAN PERTAMA
Pada tahun 1907 – 1911, dilakukan pemugaran pertama oleh Theodore Van Erp dari Pemerintah Hindia Belanda, pada bagian Arupadhatu, bagian atas Candi yang berupa teras-teras melingkar, berupa stupa-stupa teras, dan sebuah stupa induk.
PEMUGARAN KEDUA
Setelah pemugaran pertama, pemeliharaan candi terus dilakukan. Namun karena terjadi proses kerusakan, yang diketahui dengan membandingkan kondisi saat itu dengan foto-foto pemugaran pertama yang dilakukan Van Erp 10 tahun sebelumnya, maka pada tahun 1973 – 1983 dilakukan kembali pemugaran (kedua), kali ini oleh Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan UNESCO.
Pada pemugaran kedua lebih dikonsentrasikan di tingkat Rupadhatu dan Kamadhatu, sebab kondisi Arupadhatu masih cukup baik. Pemugaran kedua ini dilakukan dengan membersihkan serta mengembalikan bagian-bagian candi ke tempatnya semula.
KAPAN CANDI BOROBUDUR DIBANGUN ?
Berdasarkan interpretasi dari pahatan huruf pada relief Karmawibhangga yang terletak di bagian kaki candi, diketahui adanya inskripsi singkat yang dapat memberikan informasi kapan Candi Borobudur dibangun. Inskripsi tersebut mempunyai gaya huruf yang sama dengan Prasasti karang Tengah yang berangka tahun 824 M, dan Prasasti Sri Kahulunan yang berangka tahun 842 Masehi.
Menurut seorang ahli bernama Casparis, berdasarkan interpretasi atas kedua prasasti di atas, pendiri Candi Borobudur adalah Samaratungga, yang memerintah pada tahun 782 – 812 Masehi, pada masa Dinasti Syailendra. Candi Borobudur adalah candi yang dibangun untuk memuliakan Budha Mahayana yang dianut oleh masyarakat waktu itu. Selain dari bentuk huruf dan bahasa yang digunakan pada kedua prasasti tadi, keduanya juga menyebutkan kata-kata yang diperkirakan mengacu pada Candi Borobudur.
CANDI BOROBUDUR UNTUK WISATA SEJARAH, PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Saat ini Relief Karmawibhangga tersembunyi di balik kaki candi (selasar), namun disisi tenggara terdapat beberapa panel yang dapat dibuka, sehingga kita dapat melihat relief yang tersembunyi. Sebagian relief candi dibiarkan tetap tertutup, dalam artian sengaja ditutupi dengan bongkahan batu persegi, hal ini karena gambar relief yang dianggap bertentangan dengan etika masyarakat saat ini. Dari penjelasan yang pernah di dapat, konon relief yang ditutup itu berisi tentang Kamasutra.
Mungkin dengan pertimbangan Candi Borobudur banyak dikunjungi juga oleh anak-anak, maka ada baiknya relief tersebut ditutup – bukan dihancurkan -- sehingga masih memberi ruang bagi mereka yang tertarik mempelajari sejarah dan kebudayaan / pendidikan, terutama yang tertarik mempelajari filsafat-spiritualitas tiimur yang terkandung dalam kamasutra, sehingga pengetahuan dan pemahaman kita makin luas.
CERITA DALAM RELIEF
Relief-relief di lorong candi yang dapat kita lihat terutama adalah kisah kehidupan Sidharta Gautama, dari kehamilan, kelahiran, tumbuh besar dan mulai bertanya tentang makna hidup, pergi dari istana yang mengungkungnya dan melihat realitas kehidupan, bermatiraga secara keras untuk menempa diri, hingga mencapai pencerahan, menjadi Sang Buddha.
Salah satu kisah menarik adalah saat Sidharta bermeditasi hingga kurus kering untuk mencapai pencerahan. Dalam proses pencarian, ia teringat salah satu nasehat gurunya, kurang lebih begini: “Senar kecapi itu jika direntang terlalu kencang dia akan putus, dan jika terlalu kendor maka tidak akan menghasilkan suara merdu”. Saat itulah Sidharta mencapai pencerahan, dan meninggalkan jalan matiraga yang keras, kembali ke masyarakat dan mengajar banyak orang, termasuk para pemimpin.
Candi Borobudur hingga sekarang masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; setiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.
Candi Borobudur yang megah, kiranya menjadikan kita bangga dan percaya diri, bahwa jika di masa lalu, Nusantara adalah bangsa yang memiliki peradaban tinggi, sejajar atau bahkan lebih meju peradabannya dibandingkan bangsa-bangsa di belahan utara, maka seharusnya ke depan kita bisa. Mari pelajari sejarah kita, dan menjadikan modal untuk mencipta masa depan dan kehidupan yang lebih baik.
Sekian artikel CANDI BOROBUDUR, semoga bermanfaat.
0 comments :